Ilustrasi laki-laki tersenyum/Freepik
Ilustrasi laki-laki tersenyum/Freepik
KOMENTAR

SETAN itu memang makhluk halus. Itu bukan hanya berarti setan tidak kasat mata, tetapi juga tipu daya setan memang sangatlah halus. Kejahatan setan tidak melalui cara-cara yang kasar, bahkan saking halusnya manusia sulit menditeksi bahwa dirinya telah terperangkap.  

Bahkan kepada orang-orang yang gemar beramal baik pun, cara setan menjadi lebih teramat halus dalam menyesatkan hatinya. Sebetulnya, saat terlanjur melakukan kejahatan, dengan mudah kita menyadari telah digelincirkan oleh setan. Tetapi, tidak mudah menditeksi makarnya setan yang justru merasuki dalam kebaikan yang kita kerjakan.

Saking halusnya setan, bisa jadi selama ini kita sedang salat bersama setan. Apa maksudnya?

Ketika kita melaksanakan salat maka setan membisikkan, “Kamu ini manusia suci. Salatmu selalu yang utama. Bahkan kamu berangkat ke masjid walaupun hujan badai.”

Betapa halusnya setan membangun perasaan sehingga kita merasa sudah menjadi orang baik. Sama sekali setan tidak menyuruh kepada yang mungkar, tapi justru dibangun olehnya rasa betapa kita telah menjadi orang saleh.

Perasaan itu sesuatu yang sangat liar, yang pada akhirnya tidak bisa lagi kita kendalikan. Dengan membangun perasaan macam itu, sesungguhnya setan telah meninggikan pembatas di antara kita dengan Allah Swt.

Bahkan, dengan simbol-simbol keagamaan pun setan membatasi hubungan batin di antara kita dengan Tuhan. Setan memuji kesempurnaan jilbab yang dikenakan, menyanjung gelar ulama, memuja sebutan sebagai orang alim. Akhirnya, bukan hanya mabuk dengan perasaan sebagai orang baik, kita malahan semakin terhalang dari petunjuk Ilahi.

Malangnya lagi, kondisi kita yang demikian justru serupa dengan iblis yang pernah menyombongkan dirinya, ana khairun minhu (aku lebih baik darinya).

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya The Road to Allah, Bandung (2007: 136) menerangkan:

Kata ana khairun minhu atau “aku Iebih baik daripada dia” pertama kali diucapkan oleh iblis untuk menunjukkan ketakaburannya. Tuhan menyuruhnya untuk sujud kepada Nabi Adam, tapi iblis tidak mau. la beralasan, “Aku Iebih baik daripada dia. Kau ciptakan aku dari api, dan Kau ciptakan dia dari tanah.” Takabur yang dilakukan oleh Iblis pertama kali itu adalah takabur karena nasab, takabur karena keturunan.

Dan yang sedari awal perlu dipahami, bahwa statemen ana khairun minhu merupakan penyakit mental. Buruknya lagi, penyakit mental ini berhulu dari iblis. Tentulah ini sesuatu yang tidak membanggakan bagi orang beriman.

Ali Muhammad As-Shallabi dalam bukunya Adam Penciptaan Manusia Pertama (2023: 390) menjelaskan:

Sesungguhnya iblis melawan perintah Tuhannya sebab dua kesangsiannya yang telah disebutkan, yaitu:

Pertama adalah klaim iblis, “Aku lebih baik darinya,” yang merupakan premis kecil atas kesangsiannya untuk bersujud. Adapun premis besarnya dibuang, yakni seolah-olah ia mengatakan, “Orang yang lebih utama tidak pantas bersujud kepada orang yang diungguli.” Yang kedua adalah pengakuan atas premis pertama, yakni orang yang diciptakan dari api lebih utama daripada yang diciptakan dari tanah.

Kedua premis ini yang diakui oleh iblis, namun keduanya bukanlah dasar keengganannya untuk bersujud, melainkan ia menyebutkan keduanya karena sifat keras kepala dan kedurhakaan. Jadi dasar keengganan iblis untuk bersujud kepada Adam adalah kesombongan, kekufuran, dan murni penolakan.

Dengan mempelajari sejarahnya iblis atau setan niscaya kita akan menemukan betapa liciknya taktik makhluk halus itu dalam menularkan penyakit mental. Ana khairun minhu adalah penyakit yang membahayakan dan harus segera disingkirkan. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan amal kebaikan yang kita kerjakan, jangan sampai disusupi bisikan manis setan.

Sadarilah, puncaknya orang berilmu adalah tidak lagi merasa berilmu. Puncaknya orang baik adalah merasa dirinya tidak memiliki kebaikan. Kenapa? Di hadapan Tuhan kita tidak ada apa-apanya.




Menjadi Korban Cinta yang Salah

Sebelumnya

Hubbu Syahwat

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur